Jakarta, IDN Times
– Sejumlah sensor mata-mata milik Rusia ditemukan tersembunyi di perairan sekitar Inggris, diduga kuat memantau pergerakan kapal selam nuklir milik Angkatan Laut Kerajaan Inggris. Temuan tersebut dirahasiakan dari publik, meski pihak militer menilainya sebagai ancaman serius terhadap keamanan nasional.
Laporan
The Sunday Times
menyebutkan bahwa sensor-sensor tersebut kemungkinan besar ditanam oleh Kremlin untuk memantau dan mungkin menyabotase infrastruktur strategis Inggris, termasuk empat kapal selam kelas Vanguard yang membawa rudal nuklir.
Menurut laporan New York Post, keberadaan alat-alat itu merupakan bagian dari kampanye perang “greyzone” yang dilancarkan Presiden Rusia Vladimir Putin. Targetnya adalah kabel, pipa, dan aset bawah laut penting lainnya milik negara-negara Barat.
“Ada perang yang sedang berkecamuk di Atlantik, tidak perlu diragukan lagi,” kata seorang sumber militer senior kepada
The Sunday Times
.
1. Rusia gunakan sensor rahasia untuk perang “Greyzone”
Sensor-sensor tersebut ditemukan baik tertanam di dasar laut maupun terdampar di pantai Inggris. Selain itu, ditemukan pula kendaraan tak berawak milik Rusia dekat kabel komunikasi laut dalam. Selama 15 bulan terakhir, sebelas kabel bawah laut di Laut Baltik mengalami kerusakan.
Seorang pejabat senior juga mengungkapkan bahwa Inggris memiliki 60 kabel internet yang menghubungkannya dengan dunia, beberapa di antaranya bersifat rahasia. Dugaan juga mengarah pada penggunaan kapal pesiar mewah milik oligarki Rusia sebagai sarana penyelidikan bawah laut.
Mantan menteri pertahanan dan luar negeri Inggris, Tobias Ellwood, menilai bahwa Inggris “tertinggal” dalam mengantisipasi operasi laut dalam Rusia.
“Kami sekarang sedang berada dalam perang greyzone dengan Rusia,” ujar Ellwood, dikutip dari The Guardian, Senin (7/4/2025).
Ia menjelaskan bahwa alat sensor itu “baru setengah dari cerita”, dan menyebut adanya “platform dasar laut jarak jauh” milik Kremlin di lepas pantai Inggris. Menurutnya, struktur itu menjadi stasiun pengisian ulang bagi puluhan mini-kapal selam untuk memetakan jaringan kabel bawah laut Inggris demi tujuan sabotase.
2. Pemerintah Inggris dinilai lambat merespons ancaman
Ellwood memperingatkan tentang kerentanan Inggris karena 90 persen data berasal dari laut dan 60 persen gas dikirim dari Norwegia melalui satu jalur.
“Skala kerusakan [yang bisa mereka lakukan] sangat besar dan dapat disangkal dan murah untuk dilakukan. Itulah dimensi yang mengkhawatirkan dari semua ini” katanya.
Ia mengapresiasi keberadaan RFA Proteus, kapal pengintai laut dalam yang dimiliki Inggris sejak 2023. Namun, ia menyatakan bahwa satu kapal saja tidak cukup.
“Kita butuh setidaknya setengah lusin kapal seperti itu,” ujarnya.
Kabel listrik Estlink 2 antara Finlandia dan Estonia juga terputus pada Hari Natal lalu, beberapa minggu setelah dua kabel telekomunikasi di wilayah Swedia mengalami hal serupa. Investigasi menunjukkan bahwa kapal tanker Rusia Eagle S menarik jangkar dan merusak kabel tersebut.
3. Militer siapkan proyek rahasia hingga usulan penambangan laut
Guna menangkal ancaman serupa, militer Inggris akan meluncurkan proyek jangka pendek bernama “Cabot” yang akan melibatkan sektor swasta yang bergantung pada infrastruktur bawah laut. Proyek ini bertujuan mempercepat pembangunan sistem pertahanan laut dalam.
“Kami berkomitmen untuk meningkatkan keamanan infrastruktur lepas pantai yang vital,” kata juru bicara Kementerian Pertahanan Inggris, dikutip oleh
New York Post
, Senin (7/4).
Ia menambahkan bahwa Inggris akan memperkuat patroli bersama sekutu NATO dan Joint Expeditionary Force serta menggunakan teknologi kecerdasan buatan dalam operasi pengawasan.
“Pencegah nuklir berkelanjutan di laut kami terus berpatroli di lautan dunia tanpa terdeteksi seperti yang telah dilakukan selama 56 tahun,” ujarnya.
Namun, sumber Angkatan Laut menyebut kepada
The Sunday Times
bahwa pemerintah perlu mempertimbangkan opsi ekstrem seperti menanam ranjau laut—praktik yang belum dilakukan sejak akhir Perang Dingin.
Sementara itu, Menteri Angkatan Bersenjata Inggris, Luke Pollard, menyampaikan kepada parlemen bahwa pemerintah sudah bersikap lebih proaktif menghadapi agresi Rusia.
“Itu tidak selalu mata untuk mata … Jika ada tindakan yang diambil terhadap infrastruktur Inggris, kami akan melihat semua opsi yang tersedia bagi kami,” katanya.
Penemuan alat mata-mata Rusia di perairan Inggris menandai eskalasi serius dalam dinamika konflik bawah permukaan antara Barat dan Kremlin. Dengan meningkatnya kekhawatiran terhadap sabotase infrastruktur vital, Inggris kini dihadapkan pada urgensi untuk memperkuat pertahanan laut dalam dan menggandeng mitra internasional demi menjaga keamanan nasional.