di tengah kondisi ketidakpastian ekonomi saat ini. Di tengah rutinitasnya yang padat, ia acap kali meluangkan waktu lebih banyak untuk kegiatan-kegiatan yang sederhana. Mulai dari menikmati waktu berkualitas sendiri, berolahraga, atau sekadar menikmati secangkir kopi dengan teman-temannya. Ini adalah mindset menjalani hidup lebih bermakna dengan memprioritaskan hal yang paling berharga bagi diri kita. Sering kali, hal ini berarti memprioritaskan waktu secara tepat untuk hal-hal paling berarti dalam hidup. Tujuan utamanya mencari keseimbangan dalam kehidupan kerja, sosial, dan pribadi.
Dalam urusan kepemilikan barang misalnya, Auliya sendiri lebih memilih harga yang lebih terjangkau namun dengan kualitas yang tetap bagus. Karena bagi dia, yang dilihat adalah fungsi kegunaanya bukan seberapa mahal atau murah barang tersebut.
belakangan ini. Ia mulai belajar untuk menerapkan pola hidup yang sederhana atau minimalis. Hal Ini dimulai dengan membeli barang-barang sesuai dengan apa dibutuhkan.
Sebagai pekerja di Jakarta, dikenal dengan ritme kehidupan yang cepat dan penuh tekanan, Puput juga mulai menyadari pentingnya keseimbangan antara pekerjaan dan waktu bersama keluarga. Untuk menjaga kesehatan mentalnya, perempuan tinggal di Bekasi itu meluangkan waktu bersama suami dan anak-anaknya saat libur. karena anak kan sudah sekolah dan kami orang tuanya juga bekerja. Ke mana? Biasanya sih paling dekat kayak olahraga pagi jogging ke luar rumah aja,” ujar dia.
Ini adalah gaya hidup yang lebih lambat dan lebih menekankan kualitas daripada kuantitas. Gaya hidup ini sebenarnya sudah ada sejak lama, namun mulai tren kembali terutama saat pandemi hingga saat ini.
Bagi pekerja Jakarta, kata Raihan, gaya hidup ini tentu saja berdampak positif bagi kesehatan mental. Dengan menerapkan gaya hidup ini, mereka terhindar dari stress, cemas bahkan depresi. Di samping mereka dapat menemukan kepuasaan nonmoneter. Karena dengan mengurangi konsumsi berlebih, utang yang tidak perlu, hingga gaya hidup sederhana memberikan dampak positif bagi keuangan mereka.
bukan mengasingkan diri, tertutup pada dunia luar dan bermalas-malasan. Namun, jika ini yang diterapkan, maka berdampak buruk bagi produktivitas dan pada akhirnya bagi ekonomi.
ini sudah mulai marak di banyak negara maju seperti Jepang, Denmark, Finlandia, Norwegia, termasuk juga di Indonesia sebagai negara berkembang.
sebagai respons bahwa ternyata kerja dengan waktu panjang belum tentu efektif. Apalagi sekarang sudah banyak bantuan teknologi.
“Sehingga seharusnya kerja itu harus singkat waktu lebih banyak bermain dengan anak, dengan keluarga, bisa meneruskan hobi-hobi yang tertunda dibandingkan kerja hanya untuk mengejar produktivitas,” ujar dia.
di sudah dalam tahap menarik. Di mana banyak anak muda kembali ke desa, kembali bekerja di sektor pertanian, menikmati hidup di pedesaan.
, menjadi satu hal membuat seseorang berpikir ulang tentang apa itu Produk Domestik Bruto (PDB) dan pertumbuhan ekonomi. Juga berpikir tentang bagaimana indeks kebahagiaan dan indeks kesejahteraan mereka.
punya pengaruh besar bagi generasi muda saat ini,” ujar dia.
Secara sederhana, ini diartikan sebagai bentuk keseimbangan antara tanggung jawab pekerjaan dan kehidupan pribadi.
juga dianggap lebih murah. Bayaran Jakarta, tapi biaya hidup lebih rendah, pasti banyak dicari oleh gen milenial dan gen Z. Selain itu, sistem transportasi juga sudah berkembang dengan adanya kereta api, bandara (sebagian), dan jalan tol.
“Maka akses mereka ketika ada kegiatan di Jakarta menjadi mudah. Dan itu baik untuk pemerataan peredaraan uang,” kata Nailul Huda.