radarbandungcom
, JAKARTA – Heboh penemuan 59 titik ladang ganja di
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).
Ladang itu ditemukan dalam area hutan yang diduga memiliki luas keseluruhan kurang dari satu hektar.
Menurut laporan kepolisian, tanaman ganja tersebut terletak di desa Argosari, kecamatan Senduro, kabupaten Lumajang.
DPR Segera Klarifikasi Kemenhut Soal Temuan Ladang Ganja di Bromo
Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS), Rudijanta Tjahya Nugraha, menyatakan bahwa dari tanggal 18 hingga 21 September 2024, BB TNBTS bekerja sama dengan Polres Lumajang, Tentara Nasional Indonesia (TNI), serta aparatur Desa Argosari berhasil mengidentifikasi tumbuhan ganja yang berada di area Blok Pusung Duwur, Resort Pengelolaan KawasanTN Wilayah Senduro dan Gucialit.
Lokasi tersebut secara administratif berada di Kecamatan Senduro dan Gucialit, Kabupaten Lumajang. BB TNBTS mengatakan, ladang ganja tersebut berada di luar jalur wisata yakni tepatnya berada di sisi timur Kawasan TNBTS.
:
Larangan Drone di Bromo Karena Ada Ladang Ganja, Kemenhut Angkat Bicara
“Wilayah tempat tumbuhnya tanaman ganja cukup terselubung lantaran letaknya ada di daerah yang dipenuhi semak-belukar tebal seperti kirinyu, genggeng, dan pohon muda akasia, selain itu juga berada pada lereng yang curam,” jelasnya.
Tolak Ukiran tentang Drones, Pengendali Hingga Tutup Jalan
:
Panjang Liburan, Kedatangan ke Gunung Bromo Mencapai 16.824 Orang
Kemudian menjawab mengenai isu yang beredar di media sosial, BB TNBTS membantah bahwa ladang ganja tersebut berkaitan dengan pelarangan penerbangan drone.
Aturan larangan penerbangan drone di jalur pendakian Gunung Semeru telah berlaku sejak tahun 2019. Hal itu ini tertuang dalam SOP Nomor SOP.01/T.8/BIDTEK/BIDTEK.1/KSA/4/2019 tentang Pendakian Gunung Semeru di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
“Prohibisi ini ditujukan untuk memastikan pendaki tetap fokus dan tidak teralihkan oleh kegiatan menerbangkan drone yang bisa jadi berbahaya bagi keselamatan wisatawan, karena jalur pendakian dinilai cukup riskan,” ungkap Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BB TNBTS) Rudijanta Tjahya Nugraha.
Selanjutnya, terkait biaya menggunakan drone di area TNBTS, disebutkan dalam Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2024 yang membahas jenis dan tarif dari PNBP yang diberlakukan di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutaninan. Regulasi tersebut akan efektif digunakan secara nasional pada tanggal 30 Oktober 2024.
Di samping itu, aturan yang mengharuskan adanya pengawal atau pembimbing saat mendaki Gunung Semeru adalah salah satu aspek dari upaya memperkuat peran masyarakat dan kelompok lokal di sekitarnya.
“Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan pengalaman para tamu dengan bantuan penjelasan dari pemandunya,” jelasnya.
Pihak tersebut juga menjelaskan tentang penutupan zona pendakian gunung Semeru terkait dengan ditemukannya tanaman ganja.
Penutupan pendakian di Gunung Semeru kemudian, yaitu pada awal tahun, adalah suatu keputusan standar yang diterapkan demi melindungi para wisatawan.
“Pada awal tahun biasanya bersamaan dengan musim hujan di Indonesia. Tingginya curah hujan, angin kuat, badai, serta ancaman longsoran tanah menjadikan kegiatan mendaki sangat berisiko,” jelasnya.